Selasa, 26 Juli 2011

Kesulitan ekonomi

PROLOG

Kebetulan saya tinggal di lingkungan perumahan, sebuah pemukiman kelas KPR BTN. Meski awalnya sederhana, tapi seiring berjalannya waktu, rumah itu sudah berubah wujud "lebih berkelas" dari sebelumnya. Demikian juga para tetangga yang lain, semuanya sudah melakukan reformasi rumahnya masing-masing sehingga "penampilan kelas KPR BTN" sudah tidak malu-maluin lagi.
Kenapa saya menyebut malu-maluin? Karena kalau menilik awal berdirinya, rumah ini hanya diselimuti oleh batako tanpa plester, sehingga nampak angker kayak benteng peninggalan Portugis. Hampir semua penghuni yang melakukan migrasi ke komplek ini adalah rumpun "kelas ekonomi dibawah menengah". Perumahan ini dibangun pada era kejayaan Orde Baru sekitar tahun 1980-an maka rata-rata rumah di sini berukuran 52 m2 dan 45 m2. Hanya sedikit yang berukuran 100 m2. Tapi itupun harus  dinikmati dengan penuh rasa syukur, karena kami semua rata-rata membayar angsuran kredit hanya sekitar 32.000 sampai 50.000 perbulan atau kira-kira sepertiga dari gaji waktu itu.
Setelah bermukim lebih dari tiga dasawarsa, masyarakat yang semula homogen dalam tingkat ekonomi kini bertransformasi menjadi lebih heterogen. Ada yang kaya, ada yang tetap seperti dulu, tapi lebih mengenaskan lagi adalah mereka yang terpuruk akibat salah memilih jalan bisnisnya.
Pengalaman saya ketika baru memasuki masa pensiun, begitu banyak pilihan "bisnis" yang menggoda. Sehingga begitu pensiun, saya malah melakukan perjalanan yang banyak ke berbagai daerah untuk melakukan "tour bisnis". Begitu banyak biaya yang tergerus untuk membiayai perjalanan itu yang ternyata semuanya berakhir nihil.
Sebagai orang baru di dunia "bisnis", ternyata dunia baru itu penuh penipuan, intrik dan iming-iming sorga seperti cahaya lampu yang menggoda laron. Semua laron berkerumun di bola lampu, dan akhirnya tewas kepanasan. Mengenaskan....
Mungkin tulisan ini perlu dibaca oleh orang yang baru memasuki masa pensiun sebagai penangkal dalam menghadapi "dunia lain". Semua orang yang pernah menikmati sebagai pegawai pemerintah, sejatinya sudah menderita "mental block". Artinya, mereka telah kehilangan kemampuan untuk "mencari makan sendiri" di luar. Selama puluhan tahun, mereka ini disuapi dengan gaji, pembagian beras, uang bensin, dan bagi yang beruntung "mempunyai kesempatan korupsi" bisa bernikmat-nikmat dengan uang korupsinya. Tapi, beruntunglah mereka yang tidak korupsi di masa masih dinas, karena bisa hidup tenteram di masa tua. Tidak was-was bila ada Polisi lewat depan rumah....
Sebenarnya saya tidak mau bercerita tentang sesuatu yang tidak menyenangkan. Sebab cerita yang tidak menyenangkan cenderung akan mengundang kedatangan hal-hal yang tidak menyenangkan juga. Namun, cerita yang tidak menyenangkan perlu juga sebagai alat ukur, agar kita mengetahui adanya nikmat itu ketika sudah berada di dalamnya. Banyak orang tidak mengetahui bahwa dirinya sudah mencapai "tahap kesenangan" karena dia tidak pernah merasakan kesengsaraan, atau barangkali sudah lupa.
Suatu waktu isteri saya "ngomel seharian" yang membuat saya sangat jengkel. Biasalah, kalau uang lagi menipis maka isterilah yang paling merasakan dampaknya. Saya memutar otak, bagaimana mengatasi perasaan "tidak puas" akan keadaan bagi isteri saya itu. Tiba-tiba saya dapat ide. Saya ajak isteri saya naik mobil ke arah yang tidak diketahuinya. Sesampai di lokasi, saya berhenti. Isteri bertanya, "kita mau kemana?".
Saya jawab: "Ingat ndak, ini  bekas rumah kita 20 tahun yang lalu". Rumah itu, milik seorang pedagang kambing, namanya pak Saidi. Ukurannya 3 kali 4 meter. Tempat tidur, kursi tamu, dan kompor berimpit jadi satu. Kalau hujan, airnya mangalir masuk rumah membawa sandal japit dan kotoran tetangga. Suatu pengalaman hidup sengsara di masa lalu...
Saya katakan pada isteri: "Dulu kita tinggal disini. Dan sekarang kita bersyukur sudah punya rumah sendiri dan tidak ngontrak lagi". Rupanya isteri saya memahami tindakan saya mengajak dia ke "mantan" rumah kontrakan itu.
Jadi, kesulitan hidup dimasa lalu perlu juga diingat agar kita tidak mudah mengingkari nikmat Allah yang sedang kita nikmati.
***

Tahun 2000an, saya mulai mengenal internet. Seharian bisa saya habiskan waktu di depan komputer mengarungi jagat raya melalui saluran ajaib bernama internet. Selangkah demi selangkah saya melakukan otodidak untuk mengenali lebih jauh seluk beluk komputer dan internet.
Akhirnya, saya menemukan "jalan hidup baru" yang merobah hidup saya ke arah yang lebih mapan. Saya menemukan trobosan melalui "bisnis internet". Ya. Bisnis internet...
Blog inipun saya buat untuk sebuah bisnis internet yang akan anda ketahui "bisnis apa itu" di bagian akhir tulisan ini. Blog ini saya dedikasikan untuk para pensiunan atau mereka yang loss job. Saya ingin membuka "mental block" yang menghalangi mereka untuk meraup rezeki yang disediakan sang Pencipta di sekujur alam raya ini, khususnya di jagat maya internet. Ketika saya masih dalam jabatan, income saya tertinggi adalah Rp 2.100.000.- (tahun 1998). Setelah mengenal bisnis internet, maka perolehan rezeki itu meningkat 10-20 kali lipat setiap bulan. Tidak perlu saya sebut angka pastinya karena sangat variatif. Tapi yang jelas bukan angka standar Rp 2.100.000/bulan.
Namun, segera saja saya ingin mengingatkan, bahwa jagat internet penuh dengan intrik dan penipuan. Menurut pendapat saya, sekitar 80% yang ditawarkan di internet adalah "penipuan". Baik itu penipuan informasi, maupun penipuan beneran. Jadi, para pensiunan dan para job seeker, hati-hatilah berinteraksi melalui internet. Untuk mengenali bentuk penipuan itu, ada baiknya anda mencari melalui google dengan kata kunci: "penipuan internet".
Tulisan ini belum selesai. Akan saya sambung setelah melayani klien saya melalui koneksi internet.
***